INAKINI.COM – Menteri Keuangan Indonesia (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga akhir Februari 2022 tercatat mengalami surplus senilai Rp 19,7 triliun.
“Surplus tersebut berbanding terbalik jika dibandingkan dengan periode yang sama 2021, ketika terjadi defisit Rp 63,3 triliun atau 0,37 persen PDB. Dibandingkan dengan tahun lalu yang defisit Rp 63,3 triliun, itu juga pembalikan yang luar biasa. Angka tersebut setara 0,11 persen terhadap produk domestik bruto (PDB),” kata Menkeu pada Senin (28/3).
Menkeu mengatakan surplus APBN tersebut terjadi karena pendapatan negara tercatat Rp 302,4 triliun dan belanja negara Rp 282,7 triliun. Pada akhir Januari 2022 lalu, APBN juga mengalami surplus Rp 28,9 triliun atau 0,16 persen PDB.
Sri Mulyani menjelaskan pendapatan negara yang senilai Rp 302,4 triliun mengalami pertumbuhan 37,7 persen secara tahunan. Sementara pada periode yang sama 2021, penerimaannya baru Rp 219 triliun atau tumbuh 0,9 persen.
Pendapatan negara tersebut utamanya ditopang penerimaan perpajakan yang mencapai Rp 256,2 triliun atau tumbuh 40,9 persen. Angka tersebut terdiri atas penerimaan pajak Rp 199,4 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp 56,7 triliun.
“Kalau kita lihat, pertumbuhannya (pendapatan negara) tinggi, tapi bulan lalu pertumbuhannya lebih tinggi lagi yaitu 54,9 persen,” ujarnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani menyebut realisasi belanja negara hingga Februari 2022 yang senilai Rp 282,7 triliun setara dengan 10,4 persen dari pagu Rp 2.714,1 triliun.
Angka itu sedikit lebih kecil dari periode yang sama 2021 ketika belanja negara mencapai Rp 282,9 triliun.
Belanja tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 172,2 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) senilai Rp 110,5 triliun.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani memandang kondisi APBN hingga Februari 2022 dalam situasi yang bagus, yakni ketika pendapatan sudah tumbuh kuat dan belanjanya tertahan.
Namun, pemerintah akan terus mewaspadai kondisi APBN di tengah berbagai ketidakpastian yang terjadi hingga pengujung 2022.
Dia menegaskan pemerintah akan berupaya menyehatkan APBN, tetapi secara bersamaan juga akan menggunakan instrumen tersebut untuk melindungi masyarakat dari syok harga komoditas dan menarik pemulihan ekonomi nasional.
“Ini belum menggambarkan keseluruhan cerita 2022. Perjalanan masih cukup panjang dan cukup dinamis yang harus kita antisipasi,” imbuhnya.
Menkeu menambahkan, APBN akan terus menjadi penyerap risiko dari gejolak yang diakibatkan oleh penyebaran pandemi maupun konflik geopolitik, termasuk antara Rusia dan Ukraina.