Krisis energi sepertinya sedang dialami banyak negara terutama pada kebutuhan batu bara. Karena itu Indonesia memberi tanggapan tegas akan ekspor batu bara yang akan dihentikan sampai 31 Januari 2022 mendatang.
Larangan ekspor batu bara tersebut ditujukan untuk pemegang izin usaha pertambahan ataupun IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi.
Dilansir dari pernyataan Dirjen Minerba, Ridwan Jamaludin memberi penjelasan pada sisi ketersediaan stok batu bara berkurang sehingga akan berdampak pada 10 juta pelanggan PLN. Sedangkan dari 20 PLTU batu bara dengan daya mencapai 10.850 megawatt juga bisa terancam padam.
Dilansir dari halaman Antara, Minggu 2/1/2022, akan ada potensi gangguan stabilnya perekonomian nasional ketika tidak ada larangan ekspor batu bara sampai 31 Januari 2022 mendatang. Sehingga untuk pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, sehingga akan kembali normal kemudian akan dilakukan ekspor kembali, juara Ridwan.
Pihak Pemerintah sendiri telah berjuang untuk mengingatkan pada pengusaha batu bara untuk bisa mematuhi komitmen pemasok batu bara ke PLN. Hanya saja realisasi setorannya sendiri setiap bulan ke PLN masih di bawah persentase secara normal, sehingga pada akhir tahun PLN sendiri akan mengalami defisit pasokan batu bara.
Tercatat sampai 1 Januari 2022 dari 5.1 juta metrik ton penugasan dari pemerintah hanya dipenuhi sebesar 35 ribu metrik ton ataupun berkurang sebesar 1.0 persen saja.
Namun, dari penurunan tersebut masih belum bisa memenuhi kebutuhan semua PLTU yang tersedia. Sehingga harus ada tindakan cepat diambil pemerintah untuk menangani krisis energi di tanah air.
Kebijakan larangan ekspor ini sebagai upaya pencegahan dalam kapasitas besar hingga perhitungan harga yang menjadi perhatian khusus perusahaan batubara mengenai kontrak sampai ke luar negeri.
Dilansir dari pendapat Arsjad sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia memberi penjelasan bahwa banyak negara masih membutuhkan batubara dalam kapasitas besar dan harga tinggi. Kemudian dari perusahaan batubara juga masih terikat kontrak dengan luar negeri. Meskipun demikian Arsjad sendiri memberi ketegasan untuk bisa mendukung kebijakan pemerintah dalam melarang terjadinya ekspor.