INAKINI.COM – Kondisi krisis Sri Lanka masih belum stabil bahkan cenderung mengalami penurunan sejak April lalu. Bahkan pemerintah Sri Lanka menyatakan tidak mampu membayar utang mereka hingga mengakui mengalami kebangkrutan.
Beberapa bulan terakhir kondisi krisis Sri Lanka tidak mengalami perbaikan, bahkan cenderung mengalami kondisi tidak baik. Kebutuhan gas dan bensin di negara tersebut mengalami penurunan sehingga terpaksa harus menaikkan harga bahan bakar minyak mencapai 24 persen.
Tercatat dari Ibu Kota Colombo terlihat antrean pembelian tabung gas sedangkan harga tabung gas mengalami kenaikan cukup tajam.
Harga tabung gas awalnya 2.675 Rupe setara 110.000 Rupiah, sekarang menjadi 5.000 Rupe ataupun mencapai 206.000 Rupiah.
Tidak hanya sektor energi saja, Sri Lanka juga mengalami krisis bahan pangan karena adanya kelangkaan pupuk kimia sejak April 2021.
Baca Juga : Sri Lanka Perbaiki Ekonomi Dengan Naikkan Harga BBM 24 Persen
Kebijakan dari kenaikan harga justru memancing nilai inflasi cukup tinggi, sehingga membuat pemerintah Sri Lanka mencabut larangan tersebut dan menjamin ketersediaan pupuk di musim tanam berikutnya.
Kebijakan Presiden Gotabaya Rajapaksa menghadapi krisis ekonomi di Sri Lanka perlu dilakukan dalam waktu cepat, salah satunya pemotongan pajak secara besar-besaran bagi masyarakat Sri Lanka.
Kebijakan Gotabaya Rajapaksa sendiri masih ditentang mantan menteri keuangan,. pihak MEnteri Keuangan justru berpikir kebijakan Presiden Sri Lanka justru menimbulkan kebangkrutan negara.
Menghadapi kondisi serba salah, Presiden Gotabaya Rajapaksa tidak memperhitungkan sisi krisis ekonomi Srilangka dan tetap memotong pajak.
Baca Juga : Realisasi Penerimaan Bea Cukai Rp 108,4 Triliun Per 30 April 2022
Sampai akhirnya krisis ekonomi Sri Lanka mengalami kondisi lebih parah. Kondisi krisis Sri Lanka diperburuk jabatan Menteri Keuangan masih kosong.
Kondisi tersebut masih menjadi penghambat negosiasi bersama IMF untuk bisa bailout.
Dilansir dari beberapa sumber kami rangkum sampai 25 Mei 2022, memperkirakan bahwa ada penghambat negosiasi bersama IMF yang mana Presiden Sri Lanka tidak fokus dalam menangani krisis ekonominya.
Tidak hanya itu, legislator partai Presiden, Sri Lanka Padujana Peremuna(SLPP) menolak menempati posisi Menteri Keuangan. Diketahui sudah terdapat empat orang di parlemen tidak mau menjadi Menteri Keuangan Sri Lanka pada kondisi saat ini.
Sri Lanka juga mendapat kondisi buruk tepat pada 16 Mei stol bensin tidak mencukupi kebutuhan masyarakatnya bahkan akibat krisis Sri Lanka tidak memiliki uang untuk melakukan impor BBM.