Setiap Pemprov pastinya memiliki program khusus untuk membangun daerahnya dengan biaya ataupun anggaran khusus. Dari beberapa perhitungan seharusnya dana di dalam Pemprov memiliki aliran yang lancar untuk mempercepat proses pembangunan, namun berbicara soal anggaran Pemprov saat ini masih dianggap kurang efektif karena mengendap di bank sebanyak Rp 226 Triliun.
Dana pemerintah provinsi ataupun pemprov yang tertimbun di bank jumlahnya justru semakin bertambah bukan berkurang. Hal tersebut memicu kemarahan dari Presiden Joko Widodo yang sempat menyampaikan persoalan anggaran yang semakin bertambah banyak dan mengendap di bank.
Dari pernyataan resmi Presiden, beliau memang harus berbicara apa adanya kepada para bupati, gubernur, dan wali kota. Pagi tadi Presiden mengecek bersama menteri keuangan masih tersedia beberapa uang di bank. Ini sudah akhir November tinggal sebulan lagi tidak turun malah justru bertambah nilainya. Presiden telah memperingatkan pada bulan Oktober ada sekitar Rp 170 Triliun dan justru saat ini menjadi bertambah sampai angka Rp 226 triliun tutur Jokowi.
Pada pembahasan bersama Gubernur, dan Bupati serta Walikota, Presiden menjelaskan bagaimana instrumen dari investasi menjadi satu tumpuan utama pemulihan ekonomi saat ini. Akan tetapi sebelumnya Presiden ingin dari posisi uang Pemprov sudah harus dibelanjakan terlebih dahulu bukan malah ditimbun.
Perlu diingatkan kembali bahwa dari total uang kita sendiri tidak digunakan akan tetapi malah justru mengejar orang lain untuk uangnya masuk sehingga dari segi logikanya tidak jalan. Seharusnya uang tersebut dihabiskan dan direalisasikan untuk beragam proyek.
Pada faktanya dari penggunaan APBD dan APBN sendiri sudah tidak mencukupi, hanya saja kebiasaan mencari investor untuk mendapat uang yang datang masih dianggap kurang efektif.
Dana sebesar Rp 226 triliun bukan angka yang kecil, sehingga dari harapan Presiden sendiri harus ada penggunaan anggaran hingga habis dan direalisasikan kemudian jika kurang barulah mencari investor tambahan.
Bisa dikatakan dari dana sebesar Rp 226 triliun tersebut memang menjadi angka strategis untuk dijadikan modal utama dalam menjangkau perubahan infrastruktur ataupun beberapa opsi lainnya.