INAKINI.COM – Menteri Kesehatan Indonesia (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan urgensi untuk mempercepat penyediaan vaksin Tuberkulosis (TBC) baru. Ia yakin vaksin TBC dapat menjadi solusi perlindungan yang ekonomis dan bermanfaat bagi masyarakat.
Termasuk mengurangi dampak ekonomi akibat biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas. Hal tersebut disampaikannya dalam ​​Stop TB Partnership (STP) Board Meeting ke 37 di Kota Brasilia, Brazil.
“Apabila eliminasi TBC ingin dicapai pada 2030, kita hanya memiliki tiga tahun untuk mengembangkan vaksin TBC agar dapat mulai digunakan di 2028. Pengembangan vaksin harus dilakukan secara fokus,†kata Menkes Budi pada Senin (12/2/2024).
Sebagai board member dari negara yang terdampak TBC, Menkes Budi juga menyampaikan gagasannya untuk meyakinkan seluruh anggota negara G20 agar melakukan investasi memadai sehingga vaksin TBC baru dapat tersedia dalam tiga tahun mendatang.
Saat ini, vaksin TBC yang tersedia adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang memberikan perlindungan parsial untuk mencegah TBC yang berat pada bayi dan anak usia dini, tetapi tidak cukup untuk melindungi anak dan orang dewasa dari TBC.
Pengembangan vaksin TBC yang efektif untuk semua usia, terutama untuk anak dan orang dewasa, diperlukan untuk mencapai 90 persen penurunan insidens dan 95 persen penurunan kematian akibat TBC.
Vaksin TBC juga berpotensi untuk menahan penyebaran TBC resisten obat, yakni jenis TB yang tidak merespons pengobatan standar yang umumnya efektif untuk mengobati infeksi TB.
Saat ini, beberapa kandidat vaksin TBC yang sedang dikembangkan memiliki potensi untuk mencegah penyakit TBC pada anak dan orang dewasa, menggantikan atau menguatkan vaksin BCG, mencegah kekambuhan pada pasien yang telah menyelesaikan pengobatan, atau memperpendek durasi pengobatan.
Indonesia sendiri aktif berkontribusi dalam tiga uji klinis kandidat vaksin TBC.
Pertama adalah vaksin yang dikembangkan Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF). Vaksin yang awalnya dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Inggris, GSK, ini memanfaatkan protein rekombinan.
Untuk pengembangan vaksin ini, telah dilakukan penelitian epidemiologi di Indonesia yang mengungkapkan lebih dari 30 persen populasi sampel dalam penelitian ini mungkin telah terinfeksi TBC.
Kedua, vaksin yang dikembangkan melalui kerja sama perusahaan farmasi asal China, CanSinoBio, dan perusahaan biofarmasi asal Indonesia, Etana. Pengembangan vaksin itu menggunakan vektor virus dan sedang uji klinis fase pertama.
Ketiga, vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi asal Jerman, BioNTech, dan perusahaan farmasi asal Indonesia, Biofarma. Pengembangan vaksin ini menggunakan teknologi mRNA dan saat ini sedang penjajakan untuk lokasi uji klinis fase 2 di Indonesia.
“Saya percaya dengan investasi ini kita tidak hanya akan menyelamatkan nyawa, namun juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,†kata Menkes Budi.