Kementerian Keuangan Indonesia (Kemenkeu) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) (Persero) menandatangani Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri atau Subsidiary Loan Agreement (PPLN/SLA) dalam rangka Pembiayaan Development of Pumped Storage Hydropower in The Java-Bali System Project.
Proyek ini memiliki total nilai pinjaman sebesar USD 610 juta atau Rp 8,7 triliun yang berasal dari pinjaman World Bank sebesar USD 380 juta dan pinjaman Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) sebesar USD 230 juta. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kemenkeu Hadiyanto dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo di Auditorium Kantor Pusat PT PLN (Persero) di Jakarta Selatan.
“SLA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan oleh PT PLN untuk membiayai proyek pembangunan pembangkit listrik di Indonesia, terutama pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). EBT atau Sustainable Energy Transition adalah salah satu isu prioritas Presiden Indonesia Joko Widodo dalam program pembangunan nasional atau RPJMN yang harus kita dukung bersama,†ujar Hadiyanto dalam rilisnya.
Hingga akhir Desember 2021, pembiayaan EBT melalui SLA yang telah disalurkan oleh Kemenkeu adalah sebesar JPY 80,38 miliar dan USD 441,80 juta atau Rp 16,26 Triliun.
Adapun komitmen pembiayaan SLA untuk EBT yang belum disalurkan sebesar USD 197,5 juta atau Rp 2,82 triliun, sedangkan pembiayaan EBT yang masih proses SLA dan LA sebesar USD 957,50 juta atau Rp 13,66 triliun.
“Pembiayaan tersebut digunakan untuk proyek pembangunan PLTA dan geothermal serta fasilitas pembiayaan hijau atau green finance facility,†kata Hadiyanto.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Pumped Storage dengan kapasitas 1.040 megawatt (MW) berlokasi di Provinsi Jawa Barat. Hadirnya PLTA diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembangkit listrik yang signifikan pada saat beban puncak, terutama untuk kawasan yang membutuhkan permintaan tenaga listrik yang besar seperti Jawa Barat dan Jabodetabek.