Banyak carut marut proses hukum bagi para koruptor yang mana mendapat pengurangan bahkan tidak seimbang dengan perbuatannya. Memang dari berbagai parktik korupsi di Tanah Air masih teurs bertambah dan sebenarnya bisa dicegah sejak dini dengan merubah regulasi hukuman.
Baru-baru ini penerapan hukuman mati bagi para koruptor diserukan oleh banyak pihak termasuk Presiden sendiri. Namun, pada penerapannya sendiri masih kurang maksimal, sehingga dari aturan tersebut dianggap sekedar wacana saja.
Tetapi, dari pihak Jaksa Agung memberi pernyataan berbeda, dimana Jaksa Agung, ST Burhanuddin sendiri mengatakan penerapan hukuman pidana mati bagi koruptor sendiri masih peru dikaji secara bersama.
Dilansir dari ANTARA, Kamis 18/11/2021, Pihak Jaksa Agung sendiri memberi pernyataan ada kajian terhadap pelaksanaan hukuman pidana mati khususnya terhadap para pelaku tindak pidana korupsi yang masih perlu diperdalam kembali.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah dirubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi yang sebenarnya bisa disebuat sebagai Undang Undang Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Agung juga berpendapat masih ada keberadaan sanksi pidana tegas dan keras untuk memberi peran utama dalam proses pemberantasan korupsi hingga memberi efek jera bagi semua pelakunya. Tujuan utama dari aturan ini adalah para pelaku tindak pidana korupsi tidak mengulangi perbuatan di kemudian hari.
Dari penguatan dari segi peratura tersebut diharapkan ada penurunan jumlah kasus pidana korupsi yang sebenarnya bisa dicegahj sejak dini. Pengulangan tindak pidana korupsi bisa muncul karena lemahnya kekuatan hukum di Indonesia.
Sedangkan penerapan hukuman mati bagi koruptor sendiri juga dilatar belakangi oleh masih kurang efektifnya upaya dari pemerintah dan jajaran hukum selama ini.
Banyak upaya harus bisa dijalankan dengan tepat sebagai usaha preventif ataupun sebagai satu tindakan represif lebih tegas. Dari pihak Kejaksaan sendiri telah melakukan banyak upaya dengan menciptakan efek jera seperti menjatuhkan tuntutan berat sesuai dengan tindak kejatahan pelaku.
Selain itu ada pola pendekatan dengan memiskinkan koruptor dengan melakukan perampasan aset hingga penerapan pemberian justice collaborator bagi pelaku tindak pidana yang masih bisa bersedia bekerja sama dengan aparat untuk bisa membongkar kasus diberikan secara selektif untuk menentukan pelaku lainnya.
Masih ada upaya lain bisa dilakukan bagi pelaku tindak korupsi, salah satunya melakukan gugatan keperdataan terhadap pelaku yang sudah meninggal dunia ataupun diputus bebas dengan nyata sudah ada kerugian negara.