PT Pertamina Patra Niaga, selaku Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) mewujudkan komitmen pelayanan bunkering kapal yang melintasi Selat Sunda, dengan melakukan penyaluran Perdana Low Sulphur Fuel Oil (LSFO) bagi ocean going vessels di Pelabuhan Cigading, Banten.
Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga SH C&T, Hasto Wibowo menyampaikan bahwa ini merupakan langkah konkret Pertamina dalam menjalankan kesepakatan dengan PT Krakatau Bandar Samudera (KBS), yang dilaksanakan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rabu (4/8), disaksikan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Basilio Dias Araujo dan Komisaris Utama SH C&T PT Pertamina Patra Niaga, S. Milton Pakpahan.
“Sebelumnya kapal ocean going selalu melakukan bunkering atau pengisian bahan bakar di wilayah Singapura, padahal diestimasikan jumlah kapal yang melintas di sepanjang Selat Sunda sebanyak 53.000 kapal atau sekitar 100-130 kapal melintas per harinya, atau senilai 54 Juta USD/tahun. Pertamina ingin mengambil kesempatan ini, dan dengan produk LSFO, saya yakin Pertamina dapat bersaing dan memaksimalkan potensi pasar ini,†jelas Hasto.
Penyaluran Perdana kali ini dilakukan kepada kapal berbendera Cyprus, MV Elona yang melakukan pelayaran dari Brasil. Pertamina akan menyuplai kapal MV Elona dengan LSFO sebanyak 160 Metrik Ton (MT) atau setara dengan 175.000 Liter
“Penyaluran perdana ini merupakan awal yang baik, menunjukkan kesiapan dan kapabilitas Pertamina dalam melayani kebutuhan kapal ocean going yang selama ini belum dimaksimalkan, ini akan sekaligus memperkuat postur energi Indonesia khususnya penyediaan bahan bakar kapal LSFO,†terang Hasto.
Selain dari kesiapan layanan, Hasto juga menjelaskan bahwa LSFO Pertamina ini sudah sesuai dengan standar internasional dan regulasi IMO (International Maritime Organization) yang mewajibkan penggunaan LSFO per 1 Januari 2020. LSFO yang dimaksud adalah bahan bakar kapal dengan kandungan sulfur maksimal 0.5%, dan LSFO yang Pertamina salurkan sudah memenuhi ketentuan tersebut.
“LSFO 0.5% Sulphur sudah menjadi standar yang Pertamina terapkan sejak regulasi IMO ditetapkan. Selain lebih baik bagi mesin kapal, LSFO 0.5% Sulphur berdampak lebih signifikan terhadap kesehatan dan kelestarian lingkungan, terutama di wilayah serta bagi penduduk di sekitar pelabuhan dan kawasan pantai, jadi LSFO ini bisa kita sebut lebih Go Green,†lanjutnya.
Hasto tidak lupa memberikan apresiasi yang luar biasa bagi PT KBS selaku pengelola Krakatau International Port (KIP) Cigading atas sinergi dan gerak cepat pelaksanaan bisnis bunkering di perairan Selat Sunda. Kedepan, Pertamina juga akan terus mencari dan mengembangkan potensi di wilayah perairan strategis lainnya, salah satunya adalah bunkering di Selat Malaka.
“Sinergi dengan KBS adalah langkah strategis untuk memperkuat Indonesia sebagai poros maritim khususnya di wilayah perairan strategis kita. Dengan hadirnya layanan Pertamina di titik strategis ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi negara serta yang terpenting mampu membuktikan untuk memberikan layanan terbaik di wilayah perairan strategis kita, kedepan, target Pertamina adalah mampu bersaing dengan negara tetangga lainnya dalam jasa layanan bunkering LSFO,†pungkas Hasto.
Pada kesempatan yang sama Direktur Utama PT KBS, Akbar Djohan mengatakan bahwa bisnis maritim perdana Marine Fuel Oil (MFO) ini membuktikan strategi besar KBS untuk membangun ekosistem bunkering migas sebagai strategi ekspansi dalam bisnis maritim di sepanjang Selat Sunda serta menegaskan komitmen KBS untuk menjadikan Selat Sunda sebagai pelabuhan strategis yang dapat melayani seluruh kebutuhan kapal dengan pelayanan berstandar internasional terus ditingkatkan dan dijaga.
“Ini bentuk sinergi dan simbiosis mutualisme dalam rangka mendukung program pemerintah dalam mendorong produk-produk LSFO Pertamina dan memperkuat energy supply chains di Kawasan Pelabuhan Terintegrasi Krakatau. First bunkering ini adalah bukti KBS atau KIP untuk terus berupaya kembangkan berbagai layanan yang semakin lengkap untuk penuhi kebutuhan pelayaran dan bisnis maritim di Indonesia, terutama di Selat Sunda, sehingga kapal yang lewat dan singgah di Selat Sunda mudah untuk isi bahan bakarnya dan logistic services lainnya,†jelas Akbar Djohan.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Basilio Dias Araujo menandakan satu langkah yang maju membuktikan bahwa Pertamina dan KBS bisa memberikan layanan di alur maritim strategis Indonesia.
“Selat Sunda hanyalah salah satu alur maritim strategis Indonesia, masih ada Selat Malaka, dan Selat Lombok misalkan. Kita membicarakan mengenai potensi 200 ribu kapal ocean going melewati selat strategis di Indonesia, ini adalah kesempatan besar dan kita perlu menyiapkan fasilitas dan layanan seperti hari ini di lokasi strategis lainnya,†jelas Basilio.
Basilio Dias Araujo turut memberikan apresiasi kepada Pertamina dan KBS atas sinergi yang telah terealisasi secara cepat, hanya butuh 10 hari sejak penandatangan kerja sama yang dilakukan sebelumnya.
“Ini artinya respon pasar sangat positif. Sekali lagi selamat kepada Pertamina yang telah memiliki kemampuan LSFO untuk suplai kebutuhan pasar dan tentu KBS yang telah memiliki kapasitas untuk menyediakan fasilitas kegiatan bunkering. Hari ini adalah bukti pemanfaatan peluang devisa negara yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal, mudah-mudahan kita bisa segera memanfaatkan jalur strategis lainnya,†tutup Basilio.