INAKINI.COM – Kredit perbankan pada awal 2024 tumbuh tinggi. Pertumbuhan kredit pada Januari 2024 11,83 persen (year on year/yoy), didorong oleh masih kuatnya sisi penawaran dan permintaan.
Dari sisi penawaran, kapasitas permodalan perbankan yang kuat dan likuiditas yang memadai turut menopang peningkatan kredit.
“Ketersediaan likuiditas perbankan tercermin pada tingginya rasio AL/DPK sebesar 27,79 persen dan didukung pula oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) Bank Indonesia, khususnya bagi bank-bank yang menyalurkan kredit pada sektor-sektor prioritas,” ucap Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (21/2/2024).
Perry menjelaskan, untuk menyikapi funding gap sejalan dengan pertumbuhan DPK sebesar 5,80 persen dan agar tetap menjaga kapasitas penyaluran kredit, bank-bank menempuh dua strategi utama yaitu realokasi alat likuid dari surat-surat berharga dan penguatan pendanaan non-DPK.
Bank memiliki preferensi untuk mendorong penyaluran kredit pada sektor potensial yang menjadi ekspertise bank dan sesuai risk appetite, antara lain ke Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Industri, Pertanian, Jasa Dunia Usaha, dan Konsumsi.
Secara umum, sektor-sektor tersebut menunjukan kinerja usaha korporasi yang baik, mendorong terjaganya kemampuan membayar.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi dan kredit modal kerja, masing-masing sebesar 13,39 persen (yoy) dan 12,26 persen (yoy), diikuti kredit konsumsi yang tumbuh sebesar 9,64 persen (yoy).
Perry Warjiyo menuturkan, dari sisi permintaan, peningkatan kredit didorong oleh terjaganya kinerja korporasi dan rumah tangga. Sementara s​ecara sektoral, pertumbuhan kredit terutama terjadi pada sektor Pertambangan, Jasa Sosial, dan Jasa Dunia Usaha.
Pembiayaan syariah terus melanjutkan pertumbuhan tinggi, yaitu mencapai 15,67 persen (yoy) pada Januari 2024, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 8,97 persen (yoy).
“Ke depan, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan meningkat dalam kisaran 10-12 persen. Bank Indonesia terus memperkuat efektivitas implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif, dan meningkatkan sinergi dengan Pemerintah, otoritas keuangan, Kementerian/Lembaga, perbankan, serta pelaku dunia usaha,” ujar Perry Warjiyo.