Kementerian BUMN, lanjut Erick, telah berhasil mengintegrasikan dan mensinergikan klaster jasa pariwisata dan pendukung, yang mana PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) menjadi pimpinan BUMN klaster dengan lima anggota yang terdiri atas PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Hotel Indonesia Natour, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, dan PT Sarinah.
“Tujuan penggabungan ini untuk melakukan sebuah lompatan momentum penataan, momentum transformasi, membangun ekosistem lebih kuat dan tangguh, sehingga pengelolaan pariwisata Indonesia akan dapat dilakukan secara lebih efisien dan terintegrasi dari hulu sampai ke hilir,” sambung Erick.
Sebagai salah satu anggota klaster pariwisata dan pendukung, ucap Erick, Sarinah salah satu destinasi wisata yang merupakan cagar budaya dan warisan ekonomi kerakyatan. Para pemimpin negeri tidak hanya memerdekakan Indonesia, namun juga mengangkat semangat bangsa yang relatif baru merdeka saat itu agar diperhitungkan dan dihormati dunia.
“Sarinah adalah sebuah manifesto atau mercusuar gerakan internasionalisme dan modernisme Indonesia yang diwujudkan dalam wadah pusat belanja ritel modern pertama untuk menaungi ekonomi rakyat yang masa itu masih berdagang secara tradisional sebagai pengecer atau pengasong,” lanjutnya.
Erick menceritakan perubahan besar-besaran pada Sarinah sudah dimulai sejak ia baru menjabat sebagai Menteri BUMN pada November 2019. Meski belum genap sebulan memimpin, Erick bertekad mengubah dan memunculkan potensi Sarinah.
“Saya tegaskan meberpihakan kepada ekonomi rakyat dengan semangat berdikari adalah esensi dari kewirausahaan. Oleh karena itu, kita sangat bersyukur semangat dan sense of purpose ini masih eksis hingga kini dan kami harap transformasi bisnis dan brand Sarinah termasuk pemugaran gedung Sarinah ini menjadi dapat melestarikan semangat dan sense of purpose ini,” ungkap dia.
Erick mengatakan upaya pemugaran gedung Sarinah Thamrin yang berpredikat Cagar Budaya dan sudah berusia lebih dari 50 tahun tentu tidak mudah. Erick menyebut berbagai tantangan yang unik bagaimana menjaga arsitektur dan situs yang dilindungi, namun di sisi lain Sarinah harus tampil kekinian agar relevan dan dapat bersaing pada dinamika perubahan pasar dan selera masyarakat sekarang dan masa depan.
“Namun saya bersyukur dan bangga karena berkat rembukan dan diskusi intens antara kami, direksi dan dekom Sarinah, sejarawan, otoritas cagar budaya DKI, arsitek, kontraktor dan interior decorator hasilnya seperti yang sekarang kita saksikan. Beberapa ikon bersejarah Sarinah malah dikembalikan dan dipugar seperti relief, kolam pantul, Skydeck, eskalator pertama bahkan tangga amphitheater dipugar dan kini menjadi Anjungan Sarinah yang dalam beberapa kali kunjungan kami setelah soft opening Maret lalu ramai digunakan masyarakat untuk pagelaran musik dan kegiatan komunitas Sarinah,” ucap mantan Presiden Inter Milan tersebut.
Erick berharap transformasi Sarinah dapat berkontribusi dalam cita-cita Indonesia menjadi Global Economic Power House pada dekade mendatang dan sokoguru ekonomi inklusif. Erick menilai jika sokoguru ekonomi ini menjadi Indonesia Incorporated dan berada dalam satu gerbong yang lokomotifnya adalah UMKM maka pengayaan (enrichment) dan pertumbuhan (growth) pasti akan tercapai. Erick menilai Sarinah harus menjadi agregator dan lokomotif yang mengantarkan gerbong UMKM dan produk unggulan bangsa.
“Sarinah bersama InJourney perlu merajut strategi yang koheren dan membangun kerja sama dengan etos kerja dan budaya pelayanan yang unggul bersama para players, creator, producer dan marketer dari hulu ke hilir dan end to end rantai pasok, termasuk market place,” kata Erick menambahkan.