Sementara itu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio optimistis bahwa kinerja perseroan akan menunjukkan tren perbaikan pada tahun ini. Kedepannya selama jangka waktu hingga 3 tahun mendatang, Garuda akan menghasilkan profitabilitas.
“Kinerja membaik akhir tahun ini, kalau profitnya 2-3 tahun mendatang,†ujarnya pada Jumat (17/6).
“Sesuai protokol PKPU, di mana minimum harus 67 persen melewati, kami punya PR besar setelah homologasi ini (untuk) menindak lanjuti sesuai dengan komitmen perjanjian perdamaian. Apa yang disampaikan di perjanjian perdamaian harus dipatuhi untuk dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang disepakati,” ujar Prasetio usai hasil voting dibacakan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan untuk mencapai target menghasilkan profit tersebut, fokus utama perseroan adalah semakin banyak mengoperasikan jumlah pesawat yang serviceable. Kondisi ini juga bertepatan dengan meningkatnya jumlah permintaan untuk penerbangan baik domestik maupun internasional.
Dalam rencana bisnisnya setelah proposal perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) disetujui, maskapai pelat merah tersebut segera menambah jumlah pesawat yang laik (serviceable) hingga sebanyak 70 pesawat.
Adapun dalam hasil pemungutan suara pada hari ini, mayoritas kreditur telah menyetujui proposal perdamaian yang diajukan oleh emiten berkode saham GIAA dan bakal dikukuhkan dengan putusan PKPU pada 20 Juni 2022 mendatang.
Dalam situs PKPU Garuda, maskapai pelat merah itu memiliki total utang Rp 142 triliun terhitung per 14 Juni 2022.
Dalam unggahan itu, mereka merinci utang terdiri dari
- Daftar Piutang Tetap (DPT) perusahaan lessor sebanyak Rp 104,37 triliun
- Daftar Piutang Tetap (DPT) perusahaan non lessor sebesar Rp 34,09 triliun
- Daftar Piutang Tetap (DPT) preferen sebesar Rp 3,95 triliun.