Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono menyelenggarakan Focus Group Discussion mengenai kerja sama internasional terkait sertifikasi halal di Indonesia pada Jumat (04/02).
Diskusi dengan tajuk “Focus Group Discussion: Halal Certification Cooperation in Indonesia†dihadiri perwakilan 20 kedutaan besar (kedubes) negara sahabat di Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) – Kementerian Agama Indonesia (Kemenag), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), serta kementerian/lembaga lain terkait sertifikasi jaminan produk halal.
Dalam acara tersebut, Diaz mempertemukan para perwakilan Kedubes dengan BPJPH Kemenag untuk berdialog terkait perubahan peraturan sertifikasi halal yang sebelumnya dianggap membingungkan dan berpotensi mengganggu hubungan dan perdagangan internasional.
“Saya memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan oleh kementerian dan lembaga tidak mengganggu hubungan dagang dan atau persahabatan. Di situlah kami melangkah untuk memfasilitasi diskusi ini,†ujar Diaz membuka pertemuan.
Pada tahun 2014, DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (Regulasi Halal) dengan tujuan untuk menyediakan jaminan kepada masyarakat Indonesia terkait produk-produk halal yang dibeli dan diimpor di Indonesia. Beberapa peraturan pelaksana juga sudah dikeluarkan untuk mengimplementasikan ketentuan dalam regulasi halal, salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
“Ada lebih dari 200 juta penduduk muslim di Indonesia dan Presiden Jokowi memahami kebutuhan untuk memproteksi kepentingan masyarakat sebagai konsumen serta mendorong visi untuk menjadi pusat ekonomi syariah dan industri halal pada tahun 2024,†kata Diaz.
Namun, setelah berdiskusi dengan beberapa kedubes negara sahabat di Indonesia, Diaz menyoroti beberapa perhatian penting dari komunitas internasional terhadap Regulasi Halal, khususnya terkait dengan mekanisme saling pengakuan sertifikat halal antara Indonesia dengan negara lainnya, dan ruang lingkup produk yang menjadi subyek (atau dikecualikan dari) Regulasi Halal.
Apabila permasalahan ini tidak ditangani, imbuhnya, dapat berpotensi memicu disrupsi yang tidak diinginkan dalam hubungan dan perdagangan internasional terutama dalam kaitannya dengan Indonesia.