Carut marut hutang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk masih belu menemui titikt erang. Pada faktanya banyak faktor penyebab kenapa Garuda Indonesia diambang kebangkrutan saat ini. Mulai dari manajemen keuangan tidak sehat, dan gaya hidup dari beberapa pemimpin yang suka menghaburkan uang.
Beberapa solusi untuk bisa mengurangi beban Garuda Indonesia dalam menangani perkara hutang bisa dilakukan dengan pengembalian sejumlah pesawat ke lessor ataupun perusahaan penyewa pesawat. Dari tahun 2022, Garuda akan mengoperasikan sebanyak 28 pesawat dari sebelumnya mencapai 134 pesawat.
Dari pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir memberi catatan penting dimana kemungkinan dari pengurangan pesawat masih terus dilakukan oleh pemegang saham, kemudian dari harga dan bunga sewa masih sangat tinggi sehingga menjadi salah satu batu sandungan untuk menerapkan keputusan pengurangan pesawat.
Citilink juga dikabarkan akan mengalami pengurangan pesawat dari 61 menjadi 44 pesawat yang dimiliki perseroan. Erick sendiri telah mengecek dari operasional Citilink dari 61 pesawat kemudian diambil oleh lessor mencapai 3 buah. Kemudian dari perbandingan harga juga dikatakan terlalu mahal, sehingga 44 pesawat yang masih bisa diterbangkan menjadi keputusan final.
Fokus Garuda Indonesia dan Citilink masih diperhitungkan baik itu efisinesi dari Kementrian BUMN sebagai pemegang saham sehingga dari penggarapan pasar domestik masih diperhitungkan dan terus menggarap beberapa ceruk pasar domestik yang dinilai lebih potensial.
Beberapa data saat ini juga masih didominasi oleh penerbangan domestik sehingga mencapai angka 78 persen penumpang masih memakai penggunaan jasa pesawat untuk bepergian antar pulau. Sejumlah turis lokal juga terus meningkat menggunakan jasa penerbangan lokal.
Karena itu keputusan dari pengurangan pesawat dari kubu Garuda Indonesia dan Citlink dianggap lebih tepat dan sebisa mungkin mengurangi beban operasional dari Garuda Indonesia dan Citilink.
Beberapa persolahan dalam rancangan anggaran dan juga jumlah gaji pegawai yang harus dibayarkan masih belum bisa diatasi. Perlu waktu untuk mengatasi permasalahan Garuda Indonesia dan Citilink, sehingga ada beberapa keputusan dari Kementerian BUMN dan beberapa pihak lain sebagai satu dasar tepat untuk terus fokus pengolahan saham