Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) baru di sektor perbankan. POJK tersebut adalah POJK 12/2021 tentang Bank Umum dan POJK 13/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum. Peraturan bernomor POJK No. 12/POJK.03/2021 ini berisi 19 bab dan 160 pasal.
POJK tersebut juga mempertegas pengertian mengenai bank digital. Yang paling penting dalam POJK 12/2021, lanjutnya, untuk mensinergikan antara bank induk dan anak, antara bank induk dan bank syariahnya atau dengan UUS sehingga bank akan menjadi kuat dan mengarah ke akselerasi konsolidasi.
“Nah nanti, bank bank yang akan menjadi bank digital akan mentransformasikan layanannya ke digital akan menjadi jelas di dalam POJK 12/2021,” katanya dalam webinar Strategi Bank Menghadapi Era Pandemi, Kamis (19/8/2021).
Lebih perinci, OJK membolehkan Bank Digital beroperasi hanya 1 kantor fisik sebagai Kantor Pusat. Berikutnya, Bank Digital boleh beroperasi tanpa kantor fisik atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.
Sebagai pembeda dengan bank umum, OJK menetapkan 6 persyaratan bagi bank agar dapat disebut sebagai bank digital, antara lain:
- Memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah
- Memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan
- Memiliki manajemen risiko secara memadai
- Memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan Direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan
- Menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah
- Memberikan upaya yang kontributif terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan
OJK juga mengatur bahwa pendirian bank digital bisa dilakukan dengan 2 opsi, antara lain:
- Secara umum, pendirian Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) menjadi bank digital atau transformasi dari bank umum menjadi Bank Digital. Bila opsi pertama yang ditempuh maka pendirian bank digital sama dengan pendirian BHI yakni modal disetor minimal Rp 10 triliun.
- Pengaturan khusus, yakni setoran modal pada saat permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip pendirian bank digital dapat dipenuhi paling sedikit 30%, yakni Rp 3 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana, mengatakan substansi pengaturan dalam POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum lebih dititikberatkan kepada penguatan aturan kelembagaan mulai dari persyaratan pendirian bank baru dan aspek operasional, mencakup antara lain penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, pengaturan proses bisnis termasuk layanan digital ataupun pendirian bank digital, sampai dengan pengakhiran usaha.
“Pandemi telah mendorong transformasi digital di sektor perbankan menjadi suatu keniscayaan. Kondisi demikian mengharuskan perbankan untuk menempatkan transformasi digital sebagai prioritas dan sebagai salah satu strategi dalam upaya peningkatan daya saing bank. Dengan demikian, POJK ini akan mendorong percepatan transformasi digital sektor perbankan,” kata Heru.
POJK tentang Bank Umum ini juga mempertegas pengertian Bank Digital yaitu bank yang saat ini telah melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent), ataupun melalui pendirian bank baru yang langsung berstatus full digital banking.
“Dalam aturan ini, OJK memperjelas definisi Bank Digital. Namun demikian, OJK tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata Heru.
Sebelumnya, OJK menyebut sejumlah bank dalam proses go digital. Di antaranya, Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk., PT Bank Neo Commerce Tbk., PT Bank Capital Tbk., PT Bank Harda Internasional Tbk., PT Bank QNB Indonesia Tbk., dan PT KEB HanaBank. Sementara, bank-bank yang telah menyatakan diri sebagai bank digital seperti Jenius dari Bank BTPN, Wokee dari Bank Bukopin, Digibank dari Bank DBS, TMRW Bank UOB, Jado milik Bank Jago, MotionBanking dari MNC Bank, dan Bank Aladin.